The Marriage Life Of Mr Byun Baekhyun |Chapter 7a

tumblr_me2vziWvTA1qhmxnlo1_1280
Tittle : THE MARRIAGE LIFE OF MR BYUN BAEKHYUN (Chap 7a)
Author : PJ
Cast :
• You (OC)
• Byun Baekhyun
• Xi Luhan
• Park Chanyeol
• and other member of EXO
Rate : PG -17
Length : Chapter
Genre : Romance , comedy
Greeting !! Hello guys i’m back again. STILL, dengan hasil translitanku dari fanfic favorite ku ‘ The Marriage Life Of Mr Byun by sundaysundaes ‘. Walaupun tidak se bagus aslinya, tapi tetep saja telah menguras otakku sangat keras, dan semoga kalian bisa menikmatinya, ya..walaupun agak berantakan bahasanya,just keep reading guys, dan jangan lupa like and comentnya, Oya ,kau bisa cek Original storynya di sini,

Link : https://www.asianfanfics.com/story/view/426081/7/the-marriage-life-of-mr-byun-romance-you-exo-luhan-humor-baekhyun-chanyeol

Previous : https://noonabyun.wordpress.com/2016/02/13/the-marriage-life-of-mr-byun-baekhyunchapter-6b/
HAPPY READING !!

Chapter 7a!

The Story Left Untold

Kau tidak tahu kenapa kau datang mengetuk pintu Luhan tepat satu jam kemudian setelah Chanyeol memperlihatkanmu video. Setelah dia membuka kunci pintu, laki-laki China itu melihat padamu dengan mata simpati sebelum dia membawamu ke dalam pelukannya dan menutupi tubuhmu dengan kehangatannya.

“Are you okay?” tanya Luhan, meletakkan dagunya diatas kepalamu.

“No,” kau pejamkan matamu dan mendesah dalam-dalam, mengeluarkan setengah ketegangan yang telah menekan pikiranmu. “I ‘m not …..”

Luhan melarikan tangannya pada rambutmu dengan lembut. “Kau ingin membicarakannya?”

Kau tidak menjawab tapi dia kelihatannya tahu apa yang kau ragukan untuk dikatakan, jadi Luhan memberi kecupan kecil pada keningmu sebelum dia meraih tanganmu dengan senang dan mengijinkanmu masuk ke kamarnya. “Aku akan di sini kapanpun kau siap untuk bicara.” Katanya, duduk di atas tempat tidurnya sementara kau berjalan ke tempat tidur Baekhyun yang berada di sebrangnya. Tempat tidur kosong dan kau ragu-ragu sesaat sebelum akhirnya kau duduk di ujung tempat tidur itu.

“Baekhyun belum pulang ke sini sejak kemarin,” kata Luhan tiba-tiba. Mungkin dia sadar bagaimana kau menanyakan kehadirannya melalui matamu walaupun kau mencoba begitu keras menyembunyikannya.

“Apa dia …” tiba-tiba saja kau merasa tenggorokanmu langsung kering. “Apa dia baik-baik saja?”

“Jika ‘baik-baik saja’, maksudmu tidur dengan gadis-gadis sembarangan dan tidak menelpon mereka di pagi hari, lalu ….” Luhan mendesah. “Tidak, dia tidak baik-baik saja.”

Kau mengerjap dua kali, “Apa maksudmu?”

“Maksudku,” jelas Luhan, “Aku belum pernah melihat Baekhyun intim dengan beberapa gadis untuk beberapa hari terakhir.” Kemudian dia menautkan alis-alisnya bersama saat dia menyelami secara detail. “Sebenarnya, aku belum melihatnya seperti itu berminggu-minggu. Aku bahkan tidak ingat terakhir kali aku melihat dia memandangi gadis-gadis. Dia hanya melihat padamu.”

“Aku?” ulangmu, sedikit kagum.

“Ya, kau.” Luhan memutar bola matanya tidak sabar. “Kebenarannya, kupikir Baekhyun hanya melihatmu untuk sementara waktu.”

Kau mengerutkan dahimu atas kata-katanya, masih sedikit tidak percaya bahwa dia baru saja mengatakan itu. Merespon kalimatnya, kau mengeluarkan tawa lemah, tidak sungguh-sungguh dengan tidak ada humor appaun, dan balik berkata, “Apa kau berbohong sekarang ini? Karena sungguh, Luhan, aku tidak butuh kau menutupi kesalahnnya dan –“

“Hey, hey,” respon Luhan, “Aku hanya mengatakan apa yang kulihat, okay? Dia terlihat sedikit sedih sejak dia kembali dari studiomu hari itu. Maksudku, dia selalu terlihat begitu bahagia kapanpun dia melihatmu menari, dan kemudian dia tiba-tiba saja depresi jadi aku sedikit takut saat aku melihatnya terlihat seperti itu hari itu.”

“What?” tanyamu, suara meninggi karena terkejut. “Okay, aku sepertinya punya banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan dari kalimat yang baru saja kau katakan itu. Pertama,” kau menaikkan satu jarimu di depannya, “Apa maksudmu ‘kapanpun dia melihatku menari’? aku tidak ingat aku pernah menari didepannya sebelumnya.”

“Err …” Luhan terlihat seperti seekor rusa yang tertangkap dalam sorotan lampu. “Mungkin aku tidak seharusnya mengatakan itu padamu …?”

“Mengatakan padaku apa?” pintamu dengan tegas.

Luhan menghela nafas dengan keras. “Okay, dengar,” dia mulai berkata, “Aku teman sekamar Baekhyun, okay? Dan walaupun aku payah, aku masih bisa mengenali diriku dengan bangga sebagai salah satu teman baiknya. Biar kukatakan padamu, Baekhyun belum pernah melakukan apapun seperti ini sebelumnya.”

Kau bingung karena intensitas yang tiba-tiba dalam suara Luhan. Laki-laki lebih tua itu tidak pernah bicara padamu dengan begitu serius dalam kata-katanya sebelumnya. “Apapun seperti apa?” tanyamu perlahan.

“Aku tidak tahu, seperti ….” Luhan menggerakkan matanya pada setiap bagian ruangan, seolah-olah dia sedang mencari sesuatu sebelum akhirnya kembali tertuju padamu. “Dengar,Baekhyun dan aku sedang akan pergi, kau tahu, hang out dengan beberapa anak dari departemen dance, jadi kami pergi ke sana, hanya berjalan seperti biasanya dan memeriksa beberapa gadis hot yang latihan di dalam studio, dan kemudian Baekhyun hanya berhenti. Apa kau tahu kenapa dia berhenti?”

Kau bisa menebak, tentu saja. Dan kau tahu kemana percakapan ini berlangsung, tapi kau tetap menutup mulutmu dan hanya menunggu untuk penjelasan lebih lanjut.

Kau. Dia berhenti karena kau,” kata Luhan, dan walaupun kau sudah mengharapkan jawaban semacam ini, itu masih membuat pipimu merona dan hatimu malayang-layang.

“Dia melihatku menari?” tanyamu, mulut tiba-tiba saja kering.

“Dia tidak hanya melihat, menurutku.” Cemooh Luhan. “Dari intensitas pandangannya, aku bertaruh dia mengingat setiap gerakan yang kau buat, setiap ekspresi yang kau taruh pada wajahmu, mungkin bahkan menghitung setiap nafas yang kau ambil hari itu, demi Tuhan! Mungkin kau tidak percaya padaku, tapi aku bersumpah demi Tuhan, aku tidak pernah melihat dia memandang gadis-gadis seperti itu. Tatapan matanya tidak terlihat seperti dia ingin menyetubuhimu di kaca dansa sampai pagi.” Luhan memberi sebuah senyum kecil menggoda saat dia melihatmu meringis atas kata-katanya, sebelum dia meneruskan, “Tidak, dia melihatmu seperti dia mengagumimu –terdengar menjijikkan. Seperti kau adalah gadis yang paling cantik di muka bumi. Seperti kau adalah gadis satu-satunya di dunianya.” Dia mendengus dengan keras pada akhirnya. “Mungkin kau pikir aku mendramatisir –well, mungkin memang, sedikit, kau tahu aku bagaimana –tapi jika kau melihat apa yang kulihat, kau akan menarik kembali kata-katamu itu. Percayalah.”

Kau mencoba untuk tidak terpengaruh dan tetap mengabaikan kata-katanya. “Aku tidak tahu apa yang kau coba lakukan di sini,” katamu, suara yang lebih dingin dari sebelumnya. “Tapi kurasankan berhentilah kau mengatakan kebohongan padaku seperti ini, karena tidak akan berhasil padaku.”

“Terserah padamu.” Luhan menganggkat bahunya. “Kau tahu bahwa aku mungkin adalah segalanya, tapi seorang pembohong bukanlah diriku. Khususnya di saat momen seperti ini. Satu hal itulah yang bisa kujamin.”

Itu benar. Luhan tidak pernah menjadi seorang pembohong. Kadang-kadamg, dia mengatakan begitu banyak kebenaran langsung padamu, dia membuatmu takut.

Luhan terlihat tidak ingin menjelaskan apapun lagi, tapi kemudian dia menghela nafas beratnya saat dia berujar, “Dengar, aku tahu apa yang terjadi antara kalian berdua.”

“Benarkah?” matamu mengerjap-ngerjap. “Tapi …tapi aku tidak pernah menceritakan pada siapappun tentang hal ini.”

“Well, itu tidaklah sulit ditebak, sungguh,” jawab Luhan. “Maksudku semua orang tahu bahwa kalian berdua saling memanfaatkan untuk sex. Hanya masalah waktu saja sampai perasaan-perasaan yang tidak di sadari itu terlibat. Biar kutebak, kau melihatnya tidur dengan gadis lain, kan?”

“Yeah,” katamu dengan sinis, “Di kamar ku.”

“Tidak masalah dimana dia melakukannya –okay fine, mungkin menggunakan kamarmu adalah ide yang buruk, tapi,” Luhan menekan kata terakhirnya jadi kau akan berhenti menatap padanya, “Kau tidak akan merasa sesakit ini dan marah jika kau tidak memiliki perasaan terhadapnya saat pertama kali, kan? Pikirkan.”

“Aku ….” kau membuka mulutmu tapi tidak ada yang apapun yang bisa kau katakan.

“Hey,” panggil Luhan dengan lembut, bergerak berlutut didepanmu jadi matamu setingkat dengan tinggi badannya. Dia menangkup wajahmu dengan kedua tangan hangatnya dan membuat kau melihat padanya. Dia menggosok-gosokkan ibu jarinya melingkar dengan nyaman dipipimu, tersenyum dengan lembut saat dia bicara. “Jangan menyangkalnya, okay? Jangan katakan bahwa kau tidak punya perasaan padanya karena hanya satu-satunya yang mempercayainya adalah kau, dan hanya kau.” Katanya.

Kau menghela nafas, merasa sedikit gugup. “Lu Han –“

“Aku bisa melihatnya, okay?” kata laki-laki itu, tidak memberimu kesempatan untuk bicara. “Aku bisa melihat bagaimana kau tidak bisa berhenti menatapnya saat kami makan siang bersama. Aku bisa melihat bagaimana kau diam-diam tersenyum sendiri kapanpun dia tertawa. Aku bisa melihat bagaimana terpikatnya dirimu kapanpun dia sengaja mengunci pandangannya padamu. Dan itu bukan hanya aku, semua orang bisa melihatnya, sungguh.”

Kau yakin pipimu kini berwarna kemerah-merahan. “Se –sejelas itukah, huh?”

Terlalu jelas.”Luhan sedikit tersenyum. “Lihatlah, kau selalu mengatakan kalau Chanyeol dan kekasihnya begitu menjijikkan karena menjadi lovey dovey dan secara umum mengumumkan cinta mereka pada dunia. Tapi menurutku, jujur saja aku berpikir bahwa kalian berdualah yang terlalu , terlalu menjijikkan sekali ketimbang pasangan idiot itu.”

“Hey, itu keterlaluan.” Kau cemberut dan mata Luhan membentuk dalam sebuah senyum juga. Dia mencubit pipimu dengan ibu jari dan jari telunjuknya sebelum dia duduk di sampingmu.

“Kau tahu, Baekhyun juga tidaklah lebih baik,” katanya, sedikit menghela nafas dengan keras. “Mungkin kau terlalu terpikat bagaimana kharismanya dia –dan omong-omong, aku terhina dengan cara berpikirmu dia pantas mendapatkan perhatian lebih ketimbang aku –jadi kau tidak pernah menyadari bagaimana dia melihatmu dalam cara yang sama. Well,” Luhan mengangkat bahunya lagi. “Dia benar-benar bertingkah lebih baik dari pada yang kau lakukan, tapi itu tidaklah sulit untuk mengetahui bahwa dia juga menyukaimu, mungkin bahkan lebih!”

Kau menjadi terdiam saat pikiranmu kembali pada apa yang Baekhyun katakan di video. Kata-kata Luhan hanya lebih benar pada apa yang Baekhyun akui pada Chanyeol. Dan kau ingin, kau benar-benar ingin mempercayai beberapa hal yang dia katakan itu. Kau hanya tidak siap.

Luhan bisa mengatakan bagaimana kau begitu cemas tentang hal itu, jadi dia berusaha yang terbaik membantumu memperpendek hal-hal itu.

“Hey, apa kau ingin tahu sesuatu yang telah kupelajari karena berteman dengan Baek?” tanyanya, tidak benar-benar membutuhkan sebuah jawaban. “Aku mungkin tidak sedekat itu padanya seperti cara Chanyeol, tapi aku cukup pintar mengetahui alasan kenapa Baekhyun cenderung menyakitimu –atau orang-orang pada umumnya, sebenarnya –adalah karena dia mencoba melindungi dirinya sendiri. Dia mencoba untuk mengujimu; ingin tahu seberapa jauh kau ingin dekat dengannya; ingin melihat seberapa jauh kau perduli padanya jadi dia bisa memulai menaruh semua kepercayaannya padamu. Dia ingin lebih yakin bahwa kau akan tinggal dengan dia sebenarnya dan tidak hanya akan meninggalkan nya setelah kau selesai memanfaatkannya untuk keuntunganmu sendiri.”

Alis matamu menaut saat kau bertanya, “What?”

“Kau kelihatannya terkejut.” Luhan berhenti untuk memberimu sebuah senyum lemah saat kau elihatnya dengan intens. “Tapi dia melakukan itu pada semua orang, sungguh. Aku masih ingat bagaimana dia mencoba begitu, begitu keras untuk membuatku marah jadi aku akan berpikir sesutu seperti ‘brengsek, laki-laki ini benar-benar brengsek, kenapa aku ingin berteman dengannya?’ dan kemudian memutuskan untuk meningggalkan dia sendirian.” Luhan tersenyum puas saat dia meneruskan ceritanya. “Tapi kau tahu bagaimana keras kepalanya aku, kan? Semakin dia mencoba mengusirku. Semakin aku menjadi penasaran kenapa dia mencoba mengusirku. Sampai satu hari, dia menyerah karena dia mencoba mengusirku dan hanya, well …..dia putuskan untuk mempercayaiku. Dan kemudian, kami menjadi berteman setelah itu.” Dia tertawa sedikit saat dia menambah informasi lagi. “Kau seharusnya bertanya pada Chanyeol apa yang Baek lakukan padanya saat mereka pertama kali bertemu di high school. My God, jika kupikir Baek memperlakukanaku dengan kelakuan setan, aku jelas-jelas belum melihat apapun, karena si bodoh itu harus menderita sakit mental lebih dari yang kualami.”

“Kenapa kau masih ingin menjadi temannya?” tanyamu, karena ini adalah sesuatu dibalik pemahamanmu. “Maksudku, jika itu jelas-jelas dia membencimu dan mencoba mengusirmu, tidakkah lebih baik hanya, kau tahu, menjauh darinya?”

“Ah, itulah dimana kau salah, little dongsaeng.” Jawab Luhan, menggoyang-goyangkan sebuah jarinya didepan wajahmu. “Baekhyun tidak memberi kesan bahwa dia membenciku –maksudku, mungkin semua orang berpikir begitu, tapi bagiku, itu bukan seperti itu. Aku seorang pengacara –“ kau langsung melempar tatapan padanya. “Yeah okay, fine, aku belum seorang pengacara, tapi di masa depan aku akan menjadi sorang pengacara –kau tahu, bukan itu masalahnya.”

Kau tersenyum atas tingkah lakunya. “Tolong, teruskan.”

Dia mencubit pangkal hidungmu sebelum bicara lagi. “Aku mengatakan bahwa itu adalah tugasku melihat orang-orang memalui kebohongan-kebohongan mereka. Mendefinisikan arti yang tersembunyi dari setiap macam tindakan, atau kata-kata, atau bahkan sebuah lirikan dari mata-mata orang-orang adalah apa yang bisa kulakukan.” Luhan tersenyum. “Jadi aku tahu bahwa si anak brengsek itu sedang mengujiku. Dan kau tahu bagaimana aku hanya benci kalah, kan? Ini adalah sebuah permainan yang coba kumenangkan, jadi aku tidak menyerah dan hanya merangkak kembali sampai dia kalah dan mengalah padaku.”

“My God, you’re evil,” ujarmu, membuat sebuah tatapan.

“No, i ‘m an angel. Kau tahu kenapa aku menjuluki diriku itu?”

“Karena kau orang brengsek yang arogan?”

“No, honey ~” dia menyodokmu pada sisi perutmu sampai kau meringis kesakitan. “Alasan lain kenapa aku tinggal –kenapa aku tetap mencoba menjadi dekat dengannya, karena aku merasa kasihan pada laki-laki itu. Dia memiliki masalah kepercayaan –masih memiliki, mungkin. Dan itu bukanlah sesuatu yang bisa kau dapatkan dengan mudah. Mungkin dia tidak bermaksud menyakitimu, atau Chanyeol, atau aku, atau siapapun, sungguh. Mungkin dia tidak bermaksud memasang pelindungnya dan mengujimu bahwa kau layak atas kepercayaannya. Mungkin dia hanya tidak bisa menahannya.”

Kau terjatuh kedalam momen yang hening saat kata-katanya mulai meresap dan menjadi lebih masuk akal dari yang sebelumnya.

“Dan, kau tahu, Baekhyun bukanlah sejahat itu,” Luhan mengakui. “Ya, mungkin dia memang berperilaku seperti orang yang brengsek sepanjang waktu. Dan ya, mungkin aku ingin menyumpal tenggorokannya kapanpun dia membuka mulut sombongnya itu. Tapi dia benar-benar loyal(setia) saat dia yakin kaulah orang yang bisa dia percaya. Dari semua dari keseluruhan waktu kami berteman, aku telah melihat momen-momen dimana Baekhyun ada untuk ku di saat tidak seorangpun melakukannya. Sekalipun dia menjulukiku nama-nama, atau menampar wajahku dengan pukulan gadisnya setiap sekarang dan kemudian, aku tidak akan pernah merasa dia menghianati di belakangku.”

Kau bergumam mengerti dan Luhan tiba-tiba saja menyumbat. “My God, apa yang kulakukan? Aku hanya menghabis –“ dia berhenti untuk melihat jam tangannya “ –sekitar 27 menit 31 detik dari hidupku mencoba meyakinkanmu betapa hebatnya si brengsek itu. Dia harus membayarku untuk ini.”

Kau tidak tersenyum atau memberi reaksi sama semacam itu atas gurauannya, dan Luhan mengacak rambutmu sebelum dia memelukmu dari samping dengan ramah.

“Maukah kau membantuku?” tanyanya, dan itu adalah sebuah pertanyaan retorik. “Berhentilah memikirkan perasaanmu untuk sejenak dan cobalah mengerti dia, maukan?” Luhan memejamkan matanya dan meletakkan dagunya di atas kepalamu. “Dia terlihat kuat diluar, tapi dia juga sesakit dirimu sekarang ini. Ingat itu.”

***

Percakapanmu dengan Luhan menerangi percikan-percikan dalam dirimu. Kau tidak semarah kau terhadapnya sebelumnya, walaupun kau memang merasa semacam sedih untuk sesaat disana, tapi bukan karena dia. Kau marah pada dirimu sendiri untuk tidak mencoba memahami apa yang dia alami di dalamnya. Kau menyulap dirimu sendiri terlalu banyak dengan perasaanmu sendiri dan kemarahan dan kau akhirnya menyadarinya sekarang bahwa kau tidak adil padanya.

Jadi kau mencoba memberi dirimu dan Baekhyun kesempatan kedua untuk merenungkan masalah ini bersama-sama. Kau berkeinginan untuk membicarakannya, tentang ini, tapi kau tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukannya karena Baekhyun masih menghilang. Kau katakan pada Luhan untuk menelponmu saat Baekhyun kembali ke ruangannya, tapi walaupun ponselmu terisi –penuh dan siap sedia 24 jam untuk kedepan, tidak ada panggilan yang masuk.

Di hari berikutnya, ketukan yang terus menerus pada pintu membangunkanmu.

“Apa kau ikut?” temanmu bertanya segera saat kau membuka pintu dan mengijinkan dia masuk. Dia berpakaian gaun hitam yang formal, dengan sebuah kerudung warna senada di letakkan dengan cantik diatas kepalanya, menutupi rambut panjang kemerah-merahan dengan rapat.

“Kenapa kau berpakaian seperti itu?” tanyamu balik, menggosok-gosok matamu karena bangun tidur. “Dan ikut kemana?”

“Ke pemakaman,” jawabnya, dengan tatapan mata menyedihkan pada matanya. Saat kau tidak menangkap tatapan mengerti satupun, dia menjelaskan lagi. “Saudara tiri Baekhyun, Huang zitao, meninggal. Kau tidak mendengarnya?”

What?” kau merasa seperti baru saja terkena seember penuh es dilempar padamu. “Kapan?”

“Aku tidak yakin. Sekitar dua hari yang lalu, kurasa?”

Rahangmu jatuh bahkan lebih jauh sampai ke lantai (maksudnya=mulutmu menganga lebar). “Aku belum mendengar tentang ini sebelumnya!”

“Aku juga terkejut,” responnya. “Aku tidak akan tahu apapun tentang hal ini jika Chanyeol tidak bercerita padaku pagi ini. Mereka akan memakamkannya hari ini, dan umm …. Chanyeol dan lainnya sudah pergi duluan –Baekhyun pergi dengan mereka juga, kurasa. Dia tentu tidak menyuruh kita untuk ikut, mengingat bagaimana kalian berdua ….” kau tahu dia ingin mengatakan kata bertengkar tapi memutuskan untuk tidak mengutarakannya. “Tapi aku hanya berpikir bahwa mungkin kita harus ikut bersama untuk mendukungnya, kau tahu? Baekhyun, maksudku. Jadi apa kau akan –“

Kau sudah keluar dari pangdangannya sebelum dia menyelesaikannya. Itu tidak butuh waktu lebih dari setengah jam bagimu untuk bersiap-siap untuk kesempatan, dan itu sedikit berhasil bagimu untuk bisa berpakaian dengan baik mengingat tanganmu gemetaran karena menerima berita yang tiba-tiba itu.

Semua yang bisa kau pikirkan saat itu adalah: Apakah Baekhyun baik-baik saja?

***

Hal pertama yang kau sadari saat kau tiba di rumah keluarga Huang Zitao adalah bahwa Baekhyun tidak terlihat dimanapun. Temanmu sibuk menyalami Baekhyun dan keluarga Tao, sementara kau melihat sekeliling, melewati beberapa orang yang berpakaian hitam dengan nama Baekhyun yang terancam jatuh dari ujung lidahmu.

Kau khawatir dengan sangat besar tentang bagaimana dia mengatasi ini. Kau tahu betapa besarnya dia perduli pada saudara tirinya: bagaimana Zitao adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki dan dia menghargainya dengan baik. Kau hanya tidak bisa membayangkan bagaimana yang Baekhyun telah rasakan kemudian.

“Chanyeol!” panggilmu saat kau melihat seorang laki-laki tinggi berpakaian tegas berdiri hanya beberapa kaki darimu.

“Kau rupanya!” kata Chanyeol, melihat dengan lega tiba-tiba. “Kemana saja kau? Di mana Baekhyun?”

Terperanjat, kau balas menjawab. “Kenapa kau tanya padaku –aku baru saja akan bertanya pada mu!”

Tubuh Chanyeol langsung dingin dan matanya terasa kaku saat dia menatap padamu.

“Tapi ….” Chanyeol terlihat benar-benar bingung. “Dia baru saja menelponku dan katanya dia bersamamu.”

“What?” tanyamu, sangat heran, “Chanyeol, aku belum melihatnya berhari-hari!”

“Hey, aku telah mencari kemana-mana dan –“ Luhan tiba-tiba saja muncul, memakai sebuah tuxedo yang bagus, elegan dan rambut merah tuanya yang ditarik ke belakang. Dia bernafas cepat dan pipinya menjadi sedikit merah. Matanya cemas saat mendarat padamu dan dia menyimpulkan bahwa, “Baekhyun tidak di sini.”

Kau bahkan tidak perduli untuk menanyakan penjelasan lebih lanjut karena semuanya jelas bagimu bahwa Baekhyun mencoba melarikan diri dari hal ini. Dia ingin ditinggal sendirian. Dan kau seharusnya meninggalkannya di sana dimanapun dia berada sekarang ini, tapi kau tidak bisa. Semua yang bisa kau pikirkan adalah tidak seorangpun yang seharusnya ditinggal sendirian disaat seperti ini.

“Aku tahu dia dimana,” katamu sebelum kau bisa memikirkannya dengan baik.

Chanyeol dan Luhan melemparimu tatapan perlahan sebelum laki-laki yang lebih tinggi itu bertanya, “Di –di mana?”

Walaupun kau mendengar apa yang Chanyeol katakan, kau tidak perduli lagi akan kata-katanya karena semua yang bisa kau pikirkan adalah Baekhyun dan begitu inginnya kau untuk melihatnya secara pribadi. “Aku ….”kau menelan nafasmu. “Aku harus pergi.”

“Tunggu!” teraik Chanyeol saat kau membalikkan tubuhmu dan bergerak dengan tergesa-gesa menuju pintu keluar. “Aku akan ikut dengan –“ kau tidak harus berhenti dan menoleh melalui bahumu untuk mengetahui bahwa Luhan telah menghentikannya untuk mengikutimu. Dengan jelas, kau mendengar Luhan berkata, “Biarkan saja dia pergi sendiri. Dia tahu apa yang harus dilakukan.” Dan kau diam-diam berterima kasih padanya untuk memberimu kesempatan untuk menyelesaikan ini dengan caramu sendiri.

Kau buru-buru menghentikan sebuah taksi untuk membawamu kembali ke kampus. Ini dipenuhi dengan insting saat kau mempercepat jalanmu menuju departemen musik dan menuju langsung ke studio musik yang tidak terpakai: tempat favorit Baekhyun. Kau tidak tahu apa yang membawamu ke sana. Kau bahkan tidak sadar bahwa kau sangat perduli padanya untuk benar-benar berlari ke sana hanya utnuk melihatnya dan di sana untuknya. Kau tidak ingat bahwa kau seharusnya bertengkar, atau paling tidak berdebat setelah hal-hal yang terjadi antara kalian berdua. Atau mungkin kau memang, tapi kau hanya tidak perduli.

Kau megap-megap dan terengah-engah dengan berat saat kau berhenti beberapa meter dari pintu studio. Kau meringis sedikit saat kau berjalan mendekatinya karena sepatu high heelmu seharusnya tidak digunakan untuk berlari, tapi kau melakukannya lagi pula dan sekarang kau bisa merasakan kulit tumit mu mulai memar.

Kau tahu perkiraanmu benar saat kau mendengar lagu yang familiar berasal dari balik pintu. Itu berasal dari sebuah piano dan kau merasa merinding ke sekujur tubuhmu saat kau sadar betapa menyakitkannya mendengarnya sekarang ini. Nada ini adalah yang Baekhyun mainkan untuk mu pada hari pertamamu mengunjungi tempat ini –lagu yang dia sebut ‘Eternally Lost’. Dan walaupun lagu itu memiliki arti yang sedih di baliknya, kunci-kunci dan chord-chord yang dia gunakan indah dan menghangatkan hati. Walalupun aransemen hari ini, tidak dipenuhi apapun kecuali kesedihan, menghancurkan hatimu saat tempo yang lebih lambat bermain ditelingamu.

Kau tidak perduli untuk menegtuk sebelum kau membiarkan dirimu masuk, tapi kau memanggil namanya dalam cara terlembut yang kau bisa sehingga tidak akan mengejutkannya. Dia berhenti memainkan piano tapi tidak menoleh untuk melirik padamu saat sia mendengar suaramu.

Melihat dia tidak beretriak ataupun melemparmu keluar dari ruangan, kau putuskan untuk masuk ke dalam, melewati pintu.

“Hey,” katamu, ingin mendapatkan respon darinya tapi laki-laki itu tetap saja diam dan terus bermain dengan kunci-kunci piano. Dia memakai setelan jas hitam, tapi dia tidak memakai dasi dan kau melihat bagaimana dia tidak mengkancingkan kemejanya. Rambutnya berantakan dan tidak terawat, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya seolah-olah dia tidak tidur berhari-hari.

Itu menghancurkan hatimu melihat Baekhyun seperti itu.

“Boleh aku duduk denganmu?” tanyamu sedikit.

Dia tidak menjawab, tapi dia tidak memberi tanda ‘tidak’ dengan gesturnya jadi kau menunggu dan duduk dengan diam di sampingnya.

Kau mendengar permainannya dengan sungguh-sungguh dan menyadari bahwa setengah dari lagu yang dia mainkan sangatlah buruk. Temponya salah dan kadang-kadang jari-jarinya menyelip dan menekan kunci-kunci yang salah. Kesalahan-kesalahan itu tetap saja berulang seperti itu sampai Baekhyun membanting jari-jarinya pada piano dengan marah dan akhirnya berhenti dengan gerakan tiba-tiba.

“Fuck!” umpatnya, berdiri dan melarikan tangannya pada rambutnya, mungkin menariknya sampai keakar untuk menyatakan pada dirinya sendiri untuk menahan pikirannya. Dia bersumpah beberapa kali lagi sambil menggigit bibirnya dan berjalan kebelakand dan kedepan sejajar di dalam ruangan.

“Baekhyun,” panggilmu, mata bergerak untuk memadukan gerakannya. Dia terlihat frustrasi dan sangat marah. Kau sedikit takut untuk dia melihat kehadiranmu, tapi kau hanya harus. “Baekhyun tenanglah.”

“JANGAN –“ Baekhyun tiba-tiba saja menaikkan suaranya begitu keras, membuatmu meringis dan kau mematung di tempat dudukmu, sedikit takut. “JANGAN BERANI-BERANINYA KAU MENCOBA DAN MENGATAKAN UNTUK TENANG!”

Kau menggigit bibir bawahmu dengan cemas, mencoba meyakinkan dirimu sendiri bahwa Baekhyun tidak akan menyakitimu tidak perduli bagaimana sedihnya dia sekarang ini. “Baekhyun –“

“TAO MENINGGAL!” Baekhyun berhenti untuk melihatmu dan kali ini kau harus melihat wajahnya dengan jelas. Air mata berkilauan di matanya, tapi air mata itu tidak pernah terjatuh. Dia tidak menginginkannya. Dari tempat dimana kau duduk, kau bisa mengatakan bagaimana Baekhyun gemetar dengan amarah. “Bisanya kau menyuruhku untuk tanang saat dia meninggal dan –“ dia mulai menghela nafas, dan dia meletakkan satu tangannya di dadanya. Dia terus meneriakkan beberapa kata yang terlalu cepat untuk kau mengerti seluruh hal, dan kau terlalu fokus pada bagaimana tangannya bergetar dengan getaran-getaran.

“Baekhyun.” Kau berdiri dari tempat dudukmu, melihat dengan intens padanya dengan tatapan yang lebih dari khawatir di wajahmu. Kau menaikkan kedua tanganmu untuk menenangkannya tapi itu tidak melakukan apapun malah membuatnya lebih sedih lagi. “Baekhyun, relax.” Kau ragu-ragu untuk melangkah mendekat padanya. Momen saat kau melakukan itu, matamu terlintas dengan sesuatu yang tidak bisa kau definisikan. Apakah itu sakit? Apakah itu marah? Apakah itu rasa sakit? Kau tidak bisa mengatakannya.

“Kau tidak mengerti!” dia berteriak lagi. Tangan kanannya masih menyengkeram erat pada padanya sementara satunya mengepal kuat, mengibas udara dengan frustrasi. “Tao satu-satunya yang masih kumiliki dari keluargaku! Aku tidak punya siapa-siapa sekarang –aku sendirian dan dia pergi dan aku tidak –“

Baekhyun terlihat tidak baik-baik saja saat itu. Dahinya mulai mengkilap karena berkeringat, dan wajahnya memerah. Terlihat seperti dia mengalami masalah bernafas. Kau berasumsi bahwa dia mengalami serangan panik pada tujuan itu. “Baekhyun, kau harus relax –“

“Aku tidak –aku tidak bisa –“ dia jelas terengah-engah, mata melotot lebar. “Aku tidak bisa bernafas, aku –“

Kau mendongak dan menangkup wajahnya dengan kedua tanganmu. “Baekhyun!” serumu dan dia berhenti mengatakan kata lainnya. “Hey, lihat aku,” katamu dan dia menurut, melihat padamu dengan begitu banyak emosi berputar-putar di matanya. “Bernafaslah, okay? Tenanglah dan hanya bernafas.” Kau memberinya contoh, menarik nafas dalam-dalam dan melepaskannya setelah menahannya sebentar. “Ayo, ikuti aku.”

Dia menarik nafas sambil masih melihat dengan intens padamu, dan disaat dia menghela nafas, nafasnya bergetar dan dipenuhi dengan gemetar. Dia melakukannya lebih dari tiga kali sampai dia tidak lama tersedak karena udara dan kau menelusuri sisi pipinya dengan jari-jarimu, menenangkannya dengan sentuhan-sentuhan yang menenangkan.

“Sudah. Lebih baik?” tanyamu, tersenyum dengan lembut dan dia tidak menjawab tapi kau bisa mengatakan bahwa dia menjawab. “Dengar, aku tahu ini sulit,” katamu, mendekat dan memeluk pinggangnya. “Tapi kau tidak sendirian, Baekhyun, kau mendengarku?” kau menekan tubuhmu padanya dan kau merasakan kehangatannya mulai menguasaimu saat kau letakkan kepalamu di bahunya. “Kau tidak akan pernah sendirian.”

Baekhyun tidak mengucapkan sepatah katapun setelah itu. Dia tidak menaikkan tangannya untuk membalas memelukmu. Dia hanya berdiri di sana, lemah dan pasrah saat kau terus memeluknya dan mengelus-elus pungggungnya dengan tujuan menenangkan.

Setelah beberapa saat keheningan, dia akhirnya memberi dan merengkuh bahumu. Ini mungkin pertama kalinya bagi kau dan Baekhyun pernah berpelukan begitu intim dimana kalian berdua benar-benar sadar dan bersungguh-sungguh(serius). Dia menenggelamkan wajahnya pada lekuk lehermu dan lemah, tapi kau measih bisa merasakan tubuhnya gemetar saat kau melingkarkan tanganmu pada pinggangnya. Kau mengehla nafas dengan lembut dan memejamkan matamu, menunggunya untuk melepas pelukan tapi dia tidak pernah melakukannya.

Baekhyun berusaha keras untuk tidak terbata-bata saat dia berkata, “Kau seharusnya pergi.”

Kau membiarkan senyum sedih, nan simpel keluar dari wajahmu. “Ya, seharusnya, huh?”

Baekhyun menangguk tapi memelukmu lebih erat. “Aku benar-benar ingin sendirian sekarang ini.”

“Tentu saja,” jawabmu dengan lembut, mengeratkan tangan-tanganmu pada pinggangnya.

“Kau seharusnya melepasku,” terusnya, suaranya parau dan terdengar sepeprti dia menangis tapi kau tahu bahwa dia tidak menangis. Kontra dengan kata-katanya, Baekhyun tidak pernah melepasmu. Walaupun kau ingin, kau hanya tidak bisa. Tidak di saat dia sedang memelukmu begitu, begitu dekat seperti ini seolah-olah dia takut dia akan patah berkeping-keping di saat kau meninggalkan dia sendirian.

“Lalu lepaskanlah aku.” Kau mulai melepaskan dirimu darinya.

Baekhyun mengangguk tapi sebenarnya tidak melakukan apa yang dia setujui untuk dilakukan. Jika apapun, dia bahkan menekanmu lebih dekat pada tubuhnya, mendesah saat dia meletakkan dagunya diatas kepalamu. Kau tersenyum pada pikiran betapa kekanak-kanakannya dia, tidak ingin mengakui bahwa semua yang dia inginkan adalah terus memelukmu dengan aman dalam dekapannya.

“Baekhyun,” panggilmu, meletakkan satu tangan pada belakang kepalanya untuk memberikan belaian lembut pada rambutnya. “Kurasa kita harus kembali. Ke pemakaman, maksudku.”

Baekhyun menggeleng-gelengkan kepalanya. “ Aku tidak mau,” jawabnya, suara yang terdengar lemah.

“Baekhyun,” katamu lagi, kali ini melepas pelukannya untuk sebenarnya jadi kau bisa menatap ke dalam matanya. “Kau harus. Kau tahu kau harus.”

Laki-laki itu diam dalam keheningan. Baekhyun merunduk memandang kakinya saat dia mengikat jari-jarinya pada milikmu. “Maukah kau… maukah kau ikut denganku?” dia bertanya begitu, begitu pelan kau berpikir jika kau tidak sedekat ini padanya baru-baru ini, kau tidak akan mendengar appaun selain dari aliran nafasnya.

Kau menggenggam tangannya lebih erat, tersenyum ringan. “Tentu saja.”

Saat kalian berdua mencapai pemakaman sesaat kemudian, itu sudah sore hari. Matahari sudah tenggelam, hanya meninggalkan semburat kecil sinar merah yang memancar pada wajahmu. Yang lainnya sudah pergi jadi hanya kau dan Baekhyun, berdiri berdampingan di depan makam –yang kecil, tapi dihiasi dengan indah dengan bunga-bunga dan foto seorang anak muda dengan tatapan berani dimatanya, tapi terlihat senyum yang lembut inosen di bibirnya. Hatimu tersentak disaat Baekhyun tidak sadar mengeratkan pegangannya pada tanganmu saat matanya menelusuri gambar saudaranya.

“Tao …” dia bicara dengan lembut tidak pada seorangpun yang khusus. Kau memijit tangannya untuk sesaat sebelum kau melepasnya dan mundur untuk memberinya beberapa jarak. Laki-laki itu tidak bicara atau melakukan apapun. Baekhyun hanya memandangi makam dengan mata kosong dan bibir yang sedikit terbuka. Kau menunggunya untuk mengatakan sebuah kata, atau bahkan memanggil namanya lagi, tapi Baekhyun tidak melakukannya. Dia benar-benar diam.

Dan bahkan, kau menyadari Baekhyun tidak pernah menitihkan setetes air matapun hari itu.

***

“Aku butuh bantuanmu,” kata Luhan di telpon. “Kumohon datanglah ke kamarku. Serius aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengannya lagi.”

Dengan panggilan telpon itu, kau langsung bangun dari tempat tidurmu dan berganti pakaian yaang lebih baik untuk pergi keluar dari ruanganmu. Setelah apa yang terjadi dalam studio musik 3 hari yang lalu, kau tidak melihat Baekhyun –atau lebih tepatnya, kau tidak memiliki kesempatan untuk melihatnya. Kau sukses membawanya kembali ke kamarnya dan Luhan hari itu, dan dia meyakinkanmu bagaimanapun dia baik-baik saja dan hanya butuh waktu untuk sendirian untuk mempersingkat hal-hal. Luhan di sana, dan Hyung tertua itu berjanji padamu bahwa dia akan mengawasinya. Kau menyetujuinya dan meninggalkan Baekhyun sendiri, karena tidak ada lagi yang bisa kau lakukan juga saat itu. Luhan adalah teman baiknya, jadi jika Baekhyun ingin bicara, tidakkah lebih baik jika Luhan disana mendengarnya dari pada dirimu?

Walaupun kau selalu mengeceknya setiap hari, mengirim pesan pada Luhan bagaimana perasaan Baekhyun dan walaupun si Chinese Gege selalu membalas dengan kata-kata yang menenangkan untuk menenangkan dirimu dan berhenti mengkhawatirkan dia terlalu banyak, kau hanya benar-benar tidak pernah berhenti perduli. Kau ingin percaya pada Luhan bahwa Baekhyun perlahan membaik berjalannya hari, tapi kemudian kau menerima panggilan telpon darinya.

Tidak lebih dari 10 menit kemudian, kau sudah mengetuk pintu Luhan.

Saat laki-laki lebih tua itu membuka pintunya, dia mendesah lega dan memberimu tatapan –Thank –God –kau –ke –sini. Penampilan Luhan agak mengejutkan. Dia tidak lagi terlihat fresh dan sangat baik. Kenyataannya, ada lingkaran hitam di kedua matanya, dan rambutnya terlihat seperti sarang burung, dan kau mengira bahwa menjadi seperti itu karena Luhan mencoba menjambak rambutnya dari kepalanya dengan frustrasi.

“Dia akan gila, aku bersumpah. Dia tidak tidur selama dua hari, dan tidak melakukan apa-apa melainkan minum beerku,” jelas Luhan dengan mata buram. Itu jelas dia juga tidak banyak tidur . “Aku sudah mencoba bicara padanya tapi dia tidak akan tergerak. Aku hanya berpikir mungkin kau bisa.”

Kau ingin membalas kembali dengan ‘kenapa kau pikir aku bisa melakukan itu? Aku bukan siapa-siapa baginya’. Tapi pada saat itu, kau tidak bisa mengutarakan kata-kata itu dan hanya pergi langsung masuk ke dalam kamar, melewati Luhan yang ada di pintu dan tetap berjalan sampai kau melihat Baekhyun duduk di ujung tempat tidurnya. Matanya kosong saat dia menatap ke lantai.

“Bantu dia,” kau mendengar Luhan berkata padamu saat dia mulai keluar dari ruangan, menutup pintu di belakangnya.

“Baekhyun,” panggilmu dengan hati-hati, bergerak sedikit mendekat padanya sampai kau duduk di sampaingnya dengan hati-hati. “Hey, are you okay?”

Baekhyun mengerjap beberapa kali sebelum dia melirik ke samping dan melihat padamu. “I …” mulainya, matanya bergerak saat dia mencarimu. “I ‘m ….fine.”

Kau tersenyum dengan lembut, meniru kesedihannya, dan menyibak poni yang ada di matanya dengan tangan kananmu. “Itu tidak terdengar meyakinkan sama sekali, Byun Baek,” responmu, menggunakan nada ceria walaupun terdengar sedikit putus asa di akhir. “Jika ada sesuatu yang ingin kau katakan –apapun sama sekali –aku siap mendengarnya, okay?”

Baekhyun tidak memberikan reaksi apapun, walaupun kau bisa merasakan bagaimana dia sedikit mencondongkan wajahnya pada sentuhanmu, seperti seekor anak kucing yang kesepian. Setelah beberapa jeda yang canggung, kau tidak bisa menahan lagi, jadi kau mengambil resiko dan bertanya dengan ragu-ragu, “ Bisa kau ceritakan sesuatu tentang Tao?” kau pikir mungkin jika Baekhyun mengeluarkan beberapa pikirannya dan memori-memori yang menekan, dia akan merasa lebih baik.

Laki-laki itu diam seperti biasanya saat melibatkan masalah pribadi. Dan kau hampir menyerah mencoba. Tapi kemudian dia menghela nafas dengan berat dan memejamkan matanya saat dia menelusuri kembali apa yang ditinggalkan Huang Zitao dalam memorinya.

“Tao adalah saudara tiriku,” Baekhyun mulai berkata, suaranya berat dengan kepedihan dan kesedihan. “Aku bertemu dengannya saat Ayahku menikah dengan wanita China yang hanya kujumpai dua kali sebelumnya. Wanita itu adalah seorang enterprener yang sukses dan, seperti halnya Ayahku, dia baru saja melalui perceraian. Dia hanya memiliki seorang anak –Tao –yang hanya satu tahun lebih muda dariku. Kami masih kecil saat kami bertemu, tapi walaupun aku keterlaluan padanya, dia selalu tersenyum bahagia dan selalu datang untuk melihatku dan memaksaku bermain dengannya. Aku membencinya dulunya, tapi dia tetap mengikutiku setiap hari pada intinya aku benar-benar merasa kesepian kapanpun dia tidak ada.”

Kau tiba-tiba saja teringat pada kata-kata yang sama yang Baekhyun katakan di video Chanyeol –bagaimana dia selalu merindukanmu saat kau tidak ada; bagaimana dia sebenarnya menikmati kehadiranmu walaupun kalian berdua berdebat atau saling menggoda satu sama lain.

“Orang tuamu bercerai juga?” tanyamu, ingin tahu lagi tentang hal itu walaupun kau tahu itu bukanlah tempatmu menanyakan itu.

Kelopak mata Baekhyun terangkat pelan-pelan dan kau hampir meraih untuk memegang tangannya saat dia bicara, karena dia terlihat begitu patah hati.

“Yeah, saat aku umur 5 tahun,” katanya, mengenang. “Aku telah melupakan sebagian besar, tapi ….satu hal yang masih kuingat adalah bagaimana ibuku berjalan melalui pintu depan, wajahnya merah dengan amarah waalaupun dia menangis keras. Aku ingat bagaimana dia meninggalkanku tanpa mengucapkan perpisahan. Aku di sana, menangis dan bertanya dimana dia pergi, tapi dia hanya pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku ingat bagaimana Ayahku menangis saat Ibuku membanting pintu di depan wajahku. Kucoba meraih Ayahku, bertanya padanya apa yang terjadi tapi kemudian dia menepis tanganku. Rasa sakit tidaklah menyakitkan sebanyak apa yang dia katakan padaku kemudian. ‘Ini semua karenamu’, dia berkata padaku. Dan aku tidak tahu kenapa, atau bagaimana –aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku tidak tahu kenapa Ibuku pergi tanpa datang lagi dikemudian hari.

“I ‘m sorry …” kali ini, kau meraih tangannya, kau ingin menggenggamnya untuk beberapa lama sampai Baekhyun melepaskannya kembali dan berkata dengan getirnya, “Jangan. Aku tidak butuh simpatimu.”

Kau mematung dan sedikit terluka kaarena kata-katanya tapi kau mencoba mengerti apa yang dia coba lakukan: dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia kuat. Bahwa dia baik-baik saja. Bahwa dia tidak butuh siapapun juga.

“Dua tahun setelah itu,” Baekhyun meneruskan, masih tidak melihat matamu saat dia menceritakan kembali ceritanya. “Ayahku menikah lagi dengan ibunya Tao. Dia hanya mengenalkan padaku dua kali padanya, dan aku tidak menyukainya. Wanita itu tidak pernah melihat ayahku seperti yang ibuku lakukan. Tidak ada cinta di dalamnya, itulah yang kupikirkan tapi,” Baekhyun mendengus, tertawa kecil (cekikikan) sendiri, “Tapi kemudian aku sadar itu tidaklah jadi masalah besar lagi pula. Ibuku mengklaim sekali bahwa dia mencintai ayahku. Dia juga sama. Tapi kemudian kukatakan pada diriku sendiri: lihat apa yang terjadi sekarang, bodoh. Dia pergi, walaupun apa yang dia rasakan sekali padanya, dia masih pergi. Dan sekarang ayahmu menyalahkanmu atas hal ini, dan kau tidak punya seorangpun untuk membagi beban ini.”

Baekhyun memejamkan matanya lagi dan menutupi sebagian wajahnya dengan satu tangannya saat dia mengeluarkan tawa kecilnya. Tidak ada humor di dalamnya, itulah ironi. “Aku benar-benar idiot,” bisiknya pada dirinya sendiri dan hatimu patah sekali lagi.

“Tao adalah teman pertamaku,” terusnya, tersenyum. “Pertama dan satu-satunya dari keluargaku yang membuatku nyaman dan benar-benar termasuk di situ. Kami menghabiskan sebagian besar waktu kami bersama-sama. Sampai satu hari, saat aku ditingkat tahun terakhirku di high school, ayahku dan aku bertengkar dan berlangsung mengerikan. Aku sangat marah dan seperti halnya bagaimana aku menyelesaikan setiap dan setiap satu dari masalah-masalahku: aku lepas.”

Kau teringat bagaimana Luhan mengatakan Baekhyun tidak di kamarnya sejak sehari sebelumnya, dan bagaimana kau tidak pernah benar-benar bicara padanya setelah pertengkaran besar yang kalian berdua alami –seorang yang meninggalkanmu menangis sendiri malam itu – dan bagaimana Baekhyun yang tiba-tiba saja menghilang dari semua orang di pemakaman. Itu benar, itulah metodenya dalam menyelesaikan masalah-masalahnya. Itu kekanak-kanakan, kau akui, dan pengecut. Tapi kau tidak pernah berada di situasinya sebelumnya jadi kau tidak punya hak untuk mengajarinya juga. Berdasarkan alasan itu, kau putuskan hanya mendengarkan kembali ceritanya.

“Aku lari dari rumah,” kata Bekhyun, “Aku tinggal dengan Chanyeol untuk waktu yang lama –sibodoh itu sudah mendapatkan apartemennya sendiri dan dia membiarkan aku tinggal di tempatnya. Tapi aku tidak ingin menyulitkannya lagi, jadi kuputuskan melakukan pekerjaan paruh waktu, dan untungnya bagiku, Tao selalu ada membantuku kapanpun aku tidak punya uang. Dia menyelinap sekali untuk melihatku, dan menceritakan padaku berita buruk dan berita baik tentang keluargaku. Satu hal yang kuperdulikan adalah bagaimana orang tuaku tidak pernah mencariku atau menginginkanku kembali. Mereka athu aku baik-baik saja, dan itu saja. Mereka tidak memiliki apapun denganku lagi dan mereka mungkin berpikir bahwa itu baik untuk melepaskan ikatanku. Lagi pula, mereka masih memiliki Tao, pewaris yang benar untuk perusahaan mereka. Bahkan sekarang, aku masih tidak tahu apa yang kupikirkan tentang itu. Apa itu berita bagus atau berita buruk? Aku tidak tahu.”

Kau merasa menyesal padanya. Kau benar-benar menyesal. Dia sungguh tidak pantas mengalami semacam itu. Itu mengherankan, sungguh, bagaimana Baekhyun bisa tetap tenang dan menceritakan kisah itu seperti dongeng penghantar tidur yang lain yang dia bacakan kepada anak kecil sebelum tidur.

“Tao dan aku masih saling berhubungan walaupun kami tidak memiliki kesempatan bertemu langsung. Itu cukup bagiku, walaupun aku sebenarnya senang. Aku memiliki Chanyeol, aku bertemu Lu Han dan Minseok hyung, aku mendapatkanmu –“ dia berhenti untuk berdehem dengan canggung, tiba-tiba mengubah topik. “Aku memilik teman-temanku, dan aku memiliki Tao yang mendukungku dari samping. Aku tidak membutuhkan apapun lagi. Tapi kemudian, malam itu, aku mendapatkan telpon dari Rumah Sakit, mengatakan bahwa pasien yang bernama Huang Zitao ingin melihatku. Aku terkejut –aku tidak tahu dia di Rumah Sakit. Jadi aku pergi ke sana, dan melihatnya melalui jendela ….” Baekhyun sulit menelan dan menggigit bibir bawahnya. Dia merunduk dan menggosok-gosok dahinya dengan jari-jarinya saat dia mengeluarkan nafas yang gemetar.

“Aku melihat Tao terbaring di atas tempat tidur Rumah Sakit, pucat dan sekarat.” Dia bicara, suaranya terdengar serentan gelas tipis yang berada diambang kepecahan. “Dan saat aku masuk ke ruangannya, ayahku melihatku. Dia mengirimiku tatapan dingin, memberiku tatapan sekali dan menyeringai pada kehadiranku. Dia mengejekku karena kembali dan jujur saja aku tidak perduli. Aku hanya berkata aku hanya ingin melihat Tao, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya. Istrinya ada di sana, dan dia tidak lebih baik. Dia menyuruhku untuk pergi. Kucoba mengatakan padanya bahwa Tao ingin melihatku –bagaimanapun juga, Tao diam-diam menyuruh perawat untuk menelponku dan ku coba mengatakan itu padanya. Tapi dia mulai berteriak dan ayahku mendorongku keluar dari ruangan dan memanggil perawat untuk membawaku dari sana. Aku tetap berusaha sampai aku diseret oleh petugas keamanan.”

Detik selanjutnya, Baekhyun berhenti mengatakan kata lain dan dia kembali melihat ke bawah. Kau ingin bertanya padanya apa yang terjadi. Tapi jawabannya jelas saat dia menutupi wajahnya dengan satu tangannya dan bahunya mulai bergetar.

Baekhyun menangis.

Pandangan dari dia mengejutkanmu lebih dari kenyataan bahwa Baekhyun menahan dirinya cukup baik untuk tidak seperti itu di depan Luhan, tapi tiba-tiba saja pecah berkeping-keping saat kau datang memasuki ruangan. Kau tidak berpikir dia akan seperti ini, membuat rengekan halus yang hampir tidak terdengar di kombinasi dengan nafas yang bergetar keluar dari mulutnya. Bahkan disaat itu, Baekhyun dengan hati-hati tidak menurunkan pelindungnya sepenuhnya dan membiarkanmu melihat dia menangis.

Kau tidak perduli untuk mengatakan apapun, karena tidak ada apapun yang perlu dikatakan. Kau hanya mencondong padanya dan memeluknya dengan hati-hati dari samping dan mengelus-elus punggungnya.

Tidak butuh waktu yang lama bagi Baekhyun untuk berhenti menangis, tapi butuh bertahun-tahun –paling tidak itulah yang kau rasakan –baginya untuk mulai mengatakan sesuatu padamu. Dan saat dia melakukannya, kata pertama yang dia katakan adalah “I ‘m sorry.

Baekhyun mengatakannya entah dari mana, dan kau tidak tahu kenapa dan untuk siapa dia mengatakannya. Suaranya pecah saat dia bicara, tapi dia terus mengomel seperti orang yang marah. “I’m sorry, i ‘m sorry, i’m sorry –“

“Sssh, Baekhyun. It’s okay, don’t –“ kau mundur sedikit untuk melepaskannya tapi dia menarikmu kembali ke dalam pelukannya, mengulang kata-kata sampai kau terhanyut di dalamnya.

Melihat dan mendengarnya seperti ini membuatmu ingin menangis karena posesivnya, dan pada beberapa tujuan mungkin kau memang –kau tidak yakin. Tapi kau tidak mencoba melawannya untuk penjelasan lebih lanjut. Kau hanya membiarkan dia memelukmu dengan aman dalam pelukannya dan kau memejamkan matamu, menghitung sepanjang sedatk jantungnya dan mendengar nya meminta maaf dalam gumaman yang lembut.

Kau heran kenapa kau tidak lama merasakan marah lagi. Kau masih bisa mengingat hal-hal jahat yang dia lakukan padamu dengan jelas, tapi kau hanya tidak bisa tetap marah –bahkan tidak sedikitpun. Dalam benakmu kau menyimpulkan bahwa mungkin, sejalannya waktu, setelah semua hal-hal itu terjadi –dari video Chanyeol, momen –jujur Luhan, dan sisi lain Baekhyun yang tidak diketahui kau menyaksikan –kau hanya tidak bisa menemukan kebencian dalam dirimu lagi. Katamu kau selesai dengannya, ya, tapi kau mengatakannya karena kau sakit dan kau berpikir bahwa menjauh darinya adalah pilihan terbaik bagimu untuk dilakukan. Kau berpikir bahwa cara itu, kau tidak akan sakit lagi. Kau salah.

Kau tidak tahu kau tidak pernah dipenuhi dengan rasa jijik kala itu berhubungan dengan laki-laki bereyeliner itu. Dia masih semenawan hati saat pertama kali kau melihatnya. Dia memiliki kekurangan-kekurangannya. Dia memiliki masalah-masalahnya. Dia memiliki kesalahan-kesalahannya. Baekhyun tidaklah sempurna, seperti halnya semua orang juga. Seperti halnya dirimu. Jadi untuk siapa kau mencoba dan meninggalkan nya untuk lebih baik?

Kau pikir bahwa tidak ada apapun yang benar-benar perlu dimaafkan saat itu.

TBC
Leave your commen guys! Please…..

 

 

 

 

 

 

 

 


44 thoughts on “The Marriage Life Of Mr Byun Baekhyun |Chapter 7a

  1. haii noonabyun …aq reader baru ..aq tau blog eonni dari EFF …ijin baca yang lain ya eon …karya eon keren …fighting ya eon

    Like

  2. hai noonabyun eonni …aq reader baru …aq tau blog eonni dri EFF …aq ijin baca yang laen ya eon …karya eon keren” …fighting and keep writing eon

    Like

  3. baekhyun sikapnya berubah jadi rapuh gimana gitu …greget jadinya …mereka makin deket, deket banget malah …keren fighting and keep writing yeth 😀

    Like

  4. Ikutan nangis kan
    Kenapa chap ini menyayat hati banget dehh 😢😭 .. Baekhyun nyaa sangatsangat kasian dehh .serasa ikut dalam cerita nya 😭😭

    Buat author nyaa ttep semangat yahhh sangat di nanti kan buat ff yang lain nyaa comeback
    Fighthing 😍😘 makasih juga udah di tag senengseneng bangettt 😍😍😚

    Like

  5. kyaaa thanks for tag :3 maaf baru baca, duh sesek banget baca masa lalu baekhyun, kenapa mereka jahat banget ya? hmmm aku tunggu updetan selanjut nya yaaa.. fighting..!!

    Like

  6. Kyaaa >_<
    Aku ketinggalan banyak ttg cerita nie, krna saking sibuk'nya dgn kehidupan ku hehhee *curhat pan* #Abaikan
    Huuaahh kakaakk , kenapa aku jadii ikutan melow begini? 😦 apalagii saat tau masa lalu baek yg buatt diriku tersayatt huhuuhuu *oke mulai lebay* #AbaikanLagii.
    Semangatt tyuss kak, buatt lanjutkan cerita nie 😀 krna aku selalu menunggu cerita nie hehhee Finghting kakak !! 😉

    Like

  7. hiks,sedih T.T
    ksian bgt baekhyun..jahat bgt sh ortuny nelantarin dy gt aja..
    huwaa,jd pgn ngs…
    authornim keren!terjemahanny bgus bgt.. ^^

    Like

  8. pliss chap ini menguras air mataku habis habisan.ampe ingusnya keluar#plakk
    tp beneran deh chap ini bener” amazing..speechless..dtunggu updatetanny ya..fighting

    Like

  9. Aku sampai nangis pas ngeliat baek kayak begitu. Noona tanggung jawab loh aku sampe nangis begini 😦

    Btw keren eon :v ditunggu next chapternya eon:v Fighting ~

    Like

  10. hai eonni aku new reader di sini. sebenarnya udah baca dari chapter pertama, cuma baru ninggal jejak di chapter ini. *hehe maafkeun*
    makasih udah translate-in ff ini. sukses bikin emosi terombang-ambing (?).
    keep update ya fighting!

    Like

  11. Maaf baru bisa mampir sekarang sibuk banget sm urusan kampus
    kesel gimana gt sm orang tuanya baek disaat tao sedang sekarat dan mau ketemu sm baek aja sampe gk diizinin gt

    Like

  12. Banget dosen nya gk ngertiin para mahasiswanya setiap pertemuan pasti dikasih tugas belum bikin 7 laporan peraktikum setiap minggunya pokoknya nyeseg banget kuliah ngambil jurusan analis taruhannya nyawa salah sedikit nyawa melayang karna mainnya zat2 kimia

    Like

  13. Kaaak seriusan aku nungguin ff ini. Dan baru bisa sempet browse sekarang.
    Chapter ini sedih. Baekhyun begitu aku jadi ikutan nangis masa 😢 berat banget beban hidup na si baek 😭
    Fighting yaa kakaaak 😘

    Like

  14. Huaa pingin nangis bacanya, tapi kagak bisa. Hanya setetes dan itu susah banget keluarnya. Baekhyun ku nyesek amat 😢😢 Yang sabar baekhyun. Orang sabar di sayang aku •﹏•👍 pokoknya keren kak!!! Aku suka!! Bahasanya juga Bagus. Nge-fell bacanya. Keep writing kak!

    From,
    Cantikapark61

    Like

  15. Mungkin ini chapter ternyesek yg paling aku baca di ff ini. mereka saling suka, tapi baekhyun takut percaya org lain. Ya gitu deh…

    Like

Leave a comment